Laman

Label

Selasa, 14 Februari 2012

Kenanganku Bersama Tarung Derajat

Pada zaman kuliah, kegiatan yang saya gemari selain bermain di alam terbuka adalah olahraga. Olahraga buat saya merupakan rutinitas sangat penting dalam hidup saya. Salahsatu olahraga yang saya senang lakukan adalah lari. Tetapi pada saat itu, berlari saja tidak cukup. Saya merasa membutuhkan hal lain yang membuat semangat berolahraga bertambah tinggi. Salahsatu cara meningkatkan semangat, saya bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tarung Derajat satuan latihan (SATLAT) UPI. Pada waktu itu, awalnya cukup takut mengikuti latihan olahraga beladiri ini. Tetapi setelah dilakukan, ternyata saya mencintai beladiri asli Indonesia ini.

Hal yang saya senang dari olahraga ini adalah full body contact nya dan cara bertarungnya yang tidak basa-basi. Beladiri ini sangat praktis untuk digunakan di "jalanan" (bukan untuk sok jagoan atau berkelahi, tetapi melindungi diri sendiri). Fisik yang awalnya diforsir, akhirnya saya terbiasa dan bersyukurnya saya tidak pernah sakit selama aktif di olahraga beladiri ini.



Saya mencoba tendangan samping, salahsatu teknik tendangan di Tarung Derajat


Bersama teman satu SATLAT UPI


Hal yang menarik diolahraga beladiri ini adalah pada saat penyabukan atau kenaikan tingkat. Pikiran melayang beberapa waktu yang lalu, pada saat penyabukan tentu saja. Mungkin terlihat sedikit menakutkan, karena saya sempat mengalami penyabukan beberapa kali. Dengan mata ditutup sabuk, kita harus menahan nafas atau harus siap tanpa diketahui kapan giliran di tes oleh pelatih. Bentuk tes adalah perut (ulu hati) dipukul atau ditendang. Selain bagian perut, ada juga bagian punggung, kaki atau bahkan leher. Tetapi menjadi orang yang diposisi yang akan penyabukan sangatlah menakutkan karena seperti permainan "russian roulette" tidak tahu kapan giliran kita...miss TARUNG DERAJAT so much...BOX !!! untuk SATLAT ku, SATLAT UPI BANDUNG.

Mainan Baru


Awal januari di tahun 2012, saya iseng mencoba membangun motor tua yaitu HONDA CB SE 125 Tahun 1975. Pada saat saya beli, tampilan motor ini sudah menyerupai motor-motor trail saja. Tampilan klasik awalnya sudah tidak terlihat. Sebenarnya saya menginginkan motor trail baru, tapi apa daya, isi dompet tidak mencukupi untuk membeli sebuah yang baru. Untuk mengakalinya, saya mencoba bertanya-tanya ke beberapa teman. Akhirnya beberapa teman memberikan saran untuk mencari motor jenis ini (HONDA CB 125) dan kemudian dirubah sedikit baik tampilan maupun mesinnya. Alhasil, setelah berburu beberapa bulan, akhirnya saya mendapatkan motor yang dimaksud.